Hearing
(rapat dengar pendapat) antara warga, PT KAI, dan Komisi A DPRD Kota Bandar
Lampung menghangat. Alih-alih membayar sewa sesuai dengan yang diminta PT KAI,
warga justru meminta kepemilikan rumah dinas tersebut.
Menurut M Ari Zainal, pensiunan pegawai PT KAI, selama ia tinggal belum
pernah ada pengukuran tanah untuk pembuatan sertifikat oleh PT KAI. Bahkan, ia
mengatakan ada ketentuan jika rumah sudah ditempati 10 tahun lebih, maka dapat
diajukan hak milik. "Kalau
memang PT KAI memiliki sertifikat, kapan diukurnya?, kami
hanya ingin sesuai dengan undang-undang, kami berhak memiliki rumah itu, karena
sudah lebih dari 10 tahun menempati rumah" kata pria yang menempati rumah negara sejak tahun 1979 ini.
Sejumlah
warga dan pensiunan PT. KAI menuntut dasar perjuangan Porsikapi dalam
mempertahankan hak atas tanah dan bangunan bahwa PT. KAI harus mampu
menunjukkan alas hak dan bukti kepemilikan atas tanah dan bangunan yang
diklaimadalah tanah milik PT. KAI apakah berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) atau
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU).
Warga
sebagai pihak yang telah menduduki dan menguasai tanah tersebut dan
memperlakukannya dengan layak maka, dapat memohonkan kepada Negara untuk dapat
memiliki tanah tersebut sesuai dasar hukum yang tercantum pada pasal 1963 KUH
Perdata dan 1967 KUH perdatam
Selain
itu secara pengabdian, pensiunan PT.KAI seharusnya mendapatkan perlakuan yang
wajar dan adil terkait pemecahan masalah sengketa hak atas tanah dan bangunan
tersebut.
Mendengar
hal tersebut, Komisi A menggelar hearing guna mencari jalan keluar dengan duduk
bersama. Menggelar pertemuan dan duduk bersama antara kedua belah pihak.
Menurut
Haridi Zainal (75), pensiunan tahun 1993 mereka diharuskan bayar sewa diluar
dari kemampuan mereka dan apa bila tidak bisa memenuhinya harap dikosongkan.
"Kami ini dari dulu menempati rumah dinas selama 30 tahun, alat-alat yg
diberikan dari PT.KAI di telantarkan dan tidak dirawat, bahkan PBB kami yang
membyarnya," keluhnya saat hearing.
Untuk
dapat melakukan eksekusi pengosongan atas rumah tersebut maka harus melalui
mekanisme persidangan perdata yang tentunya memakan waktu yang lama dan
membutuhkan biaya yang besar dan belum pasti menang, itulah alasan sesungguhnya
mengapa PT.KAI melakukan upaya-upaya intervensi seperti ini agar PT.KAI tidak
perlu melakukan mekanisme gugatan perdata tersebut.
Syahriwal
sebagai Manager Hukum mengatakan, tindakan PT.KAI tersebut menurut UU Agraria,
sebagai hak tetap prumka yg diduduki pihak lain semua aset perumda beralih
kepada aset PT. KAI.
Endrawansyah
sebagai kdpd serikat pekerja kereta api mengatalan berdinas harus menjalankan
aturan, kami sangat terancam karna tidak seperti PNS dulu sekarang Persero
terbatas kami hanya menuntut keadilan kami yang masih bekerja mayoritas tidak
mempunyai rumdis dan itu dikuasai oleh pensiunan maka dari itu kami menetapkan
harga sewa pensiunan, anggota kami sekitar 2000 orang. Kami Akan melepaskan
jika ada izin dari menteri keuangan.
Menurut
Syaiful Hanan manager komisi A, seolah-seolah tanah dan bangunan akan diambil
alih. "Selesaikan saja dulu status tanahnya dan jika itu milik PT.KAI maka
yang harus bayar PBBnya PT. KAI," tegasnya.
Selain
itu LBH menyatakan siap mendukung solusi antara ptkai dengan warga kami akan
mendukung persikapi begitu banyak dasar hukumnya, upaya dari ptkai memanfaatkan
selah, tidak segeranya menerbitkan haknya.
Menyikapi
hal tersebut Benson Werta selaku Ketua Komisi A mengatakan, Komisi A tidak
membela salah satu pihak. Ini memang tanah PT.KAI, harus ditegaskan. Harus
dibktikan dengan kepemilikan aset dibuatkan sertifikat. "Katanya itu aset
dari PT.KAI, tapi itu dibiarkan saja membangun ruko. Rencana pengosongan
ditunda, untuk menghindari hal-hal yg tidak diinginkan ditengah-tengah
masyarakat dan kita juga akan rapatkan apa saja dasar-dasarnya, akan kita berikan
nanti surat rekomendasi kami menjadi acuan untuk mengambil langkah-langkah
berikutnya, jelasnya kepada awak media seusai hearing di ruangan Komisi A.
Pensiunan
dan warga minta dibantu sertifikat hak milik, HGB No. 101 tahun 2012 mengkaji
dan acuannya kemana dari PT.KAI, tindaklanjut dewan sendiri akan jemput bola ke
badan Pertanahan Negara (BPN) atau nanti akan mengundang hearing kembali.
"Kami meminta kebijaksanaan dari pihak PT.KAI untuk tidak mengosongkan
terlebih dahulu, dan untuk mengirimkan surat rekomendasi ke mentri keuangan
agar ditindaklanjuti," harapnya seusai hearing. (Lia)
Posting Komentar